TINGKAH LAKU IKAN KERAPU (SERRANIDAE)
Disusun
Oleh
Nama : Rina Ainun Nadlifah
Nim : 125080201111005
Kelas : P01
PROGRAM STUDI PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan karang merupakan salah satu komoditi unggulan
di sector perikanan tangkap, dengan sumberdaya yang hampir tersebar di seluruh
Indonesia. Ikan karang dibagi menjadi dua kelompok yaitu ikan hias (ornamental
fish) dan ikan untuk dikonsumsi (food fish). Salah satu ikan konsumsi tinggi
adalah ikan kerapu yang termasuk kedalam genus ephinepelus antara lain kerapu
lumpur (Ephinephelus Coroides), kerapu raksasa (Ephinepelus Lanceolatus) dan kerapu
macan (Ephinepheluss Fuscoguttatus).kerapu macan ini memiliki nilai ekonomis
tinggi di pasar internasional seperti pasar singapura, cina, dan Taiwan.
Karena sifatnya yang bernilai ekonomis tinggi, maka
ikan kerapu banyak dibudidayakan disektor perikanan untuk memenuhi permintaan
pasar. Dalam hal ini tentunya diperlukan pengetahuan mengenai tingkah laku ikan
kerapu mulai dari faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan ikan kerapu,
kebiasaan makan ikan, tingkah laku ikan pada saat memijah, migrasi ikan, siklus
hidup ikan, hingga lapisan berenang ikan. Makalah ini menjelaskan tentang semua
aspek yang berkaitan dengan tingkah laku ikan kerapu.
1.2 Rumusan masalah
a. Bagaimana
tingkah laku ikan terhadap kondisi lingkungan diperairan ?
b. Bagaimana
kebiasaan makan ikan pada saat memijah?
c. Bagaimana
siklus hidup ikan kerapu?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui
tingkah laku ikan terhadap kondisi lingkungan perairan
b. Mengetahui
kebiasaan makan ikan pada saat memijah
c. Mengetahui
siklus hidup ikan kerapu
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Ikan Kerapu (Serranidae)
menurut
Tarwiyah (2001), ikan kerapu mcan (Eppinephelus Fuscogattus) digolongkan pada
klasifikai :
class : Chondricthyes
subclass : Ellasmobranchii
ordo : Percomorphii
divisi : Perciformes
family : Serranidae
genus : Epinephelus
spesies
: Epinephelus Sp
morfologi ikan kerapu
ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong
panjang memipih dan menajam, maxilarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi
dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan
sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan posterior. Habitat benih ikan kerapu
macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticula dan Gracilaria
sp, setelah dewasa hidup diperairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari
pasir berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makanya
“mencaplok” satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar.
Pakan yang paling disukai jenis krustacea (rebon, dogol, dan krosok), selain
itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).
2.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi
Ikan Kerapu
Perkembangan kehidupan kerapu tikus sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan tersebut
antara lain : suhu, cahaya, salinitas, arus. Fluktuasi kedaan lingkungan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode, migrasi musiman serta
terdapatnya ikan. Keadaan perairan serta perubahannya juga mempengaruhi
kehidupan dan pertumbuhan ikan (Baskoro, et al. 2010).
a)
Suhu
Komarova (1939) dalam Baskoro. et al (2010)
menerangkan bahwa suhu yang terlalu tinggi, tidak normal dan tidak stabil
ternyata akan mengurangi kecepatan makan ikan. Ada kalanya ikan yang berukuran
besar akan mencari daerah makanan yang bersuhu lebih rendah daripada ikan-ikan
yang berukuran lebih kecil dari jenisnya, hal tersebut mungkin disesuaikan
dengan kebutuhan fisiologisnya.
Perairan laut cenderung memiliki suhu yang konstan
karena mengandung panas jenis yang tinggi. Ikan kerapu menunjukan pertumbuhan
yang baik pada kisaran suhu 27 – 28 0C. Perubahan suhu yang cukup ekstrim akan
berpengaruh terhadap proses metabolisme atau nafsu makan ikan ini (Sudjiharno
dan Winanto, 1998).
b) Ph
Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit basa
sangat ideal untuk kehidupan air laut. Perairan dengan pH rendah dapat
mengakibatkan aktivitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah
terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Kadar pH ideal untuk kegiatan perikanan ialah 6,5-8,5 (Sudjiharno dan Winanto,
1998).
c)
Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di perairan,
setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida
digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi yang
dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Laut memiliki salinitas berkisar
antara 30-40‰ (Effendi, 2000). Dalam sebuah penelitian di Balai Budidaya
Lampung pertumbuhan yang baik indukan ikan kerapu macan adalah pada kisaran salinitas 31-33‰ (Sudjiharno dan
Winanto, 1998).
d) Cahaya
Umumnya larva kerapu bebek cenderung berenang ke
permukaan air, ini disebabkan oleh sifat phototaksis positif (berenang menuju
cahaya) larva (Tandler and Manson, 1982 dalam
Sudrajat, 2001) dan awal inflasi gelembung renang. Namun pada saat dewasa, ikan
kerapu kembali ke habitat asalnya yaitu menjadi ikan demersal yang bersifat
nocturnal atau aktif beraktifitas pada malam hari tanpa adanya cahaya.
.
2.3 Tingkah Laku pada Saat Pemijahan
a) Kebiasaan
Memijah
Pemijahan kerapu dapat
dilakukan secara alami (natural spawning) dan buatan (artifical
spawning). Pemijahan dilakukan secara alami dengan metode manipulasi
lingkungan. Sistem manipulasi lingkungan mempunyai beberapa keuntungan antara
lain kualitas telur baik, pemulihan induk cepat dan pematangan kembali teratur.
Sistem manipulasi lingkungan ini dilakukan dengan memberi kejutan-kejutan
perubahan temperatur yaitu dengan menurunkan permukaan air sampai kedalaman 30
cm dari dasar bak. Biasanya induk akan memijah pada malam hari berkisar antara
pukul 23.00-03.00.
Menurut
Subyakto dan Cahyaningasih (2003), kerapu bersifat hermaprodit protogini, yakni
pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina
kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya
bertambah tua. Menurut Kordi (2001) ikan
kerapu memijah sepanjang tahun. Untuk melakukan pemijahan, ikan kerapu
membutuhan salinitas antara 28-32 ppt, dengan suhu antara 27°C - 30°C. Ikan
kerapu tikus memijah disaat gelap, yaitu ketika bulan tidak bersinar terang.
Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 berikutnya (bulan
arab).
b) Kebiasaan
Makan
Kebiasan
makan ikan kerapu tikus, menurut Iskandar dan Mawardi (1996) dalam Risamasu
(2008) ikan kerapu tikus yang termasuk dalam keluarga serranidae merupakan ikan
nokturnal dimana ikan ini mencari makan pada malam hari. Aktivitas ikan
nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut
digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara
individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu
luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman.
Setianto (2011) melaporkan dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu tikus
muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5- 3 meter selanjutnya
menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter,
biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan
larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal.
Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses
diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan.
Ikan demersal
memiliki kebiasaan hidup di dasar perairan yang bersubstrat lumpur dan
terlindungi oleh karang. Ekosistem karang dijadikan sebagai tempat berlindung,
mencari makan dan menghindar dari predator bagi ikan demersal (Riyanto, 2008).
2.4 Migrasi Ikan
Habitat favorit larva
kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan banyak
ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu karang). Pada siang hari, larva kerapu
biasanya tidak muncul ke permukaan air, sebaliknya pada malam hari, larva
kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan sifat kerapu
sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak
bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom
air untuk mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).
Kerapu merupakan jenis
ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, diantara celah-celah karang
atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif
ini relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi.
Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat
dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu
peluang usaha yang masih sangat terbuka luas.
2.5 Siklus Hidup
Sikls hidup
Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur, setelah 15-20 jam
pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu
beberapa jam embrio ini akan tetap menempel pada kulit kista. Pada
fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya kemudian berubah
menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya, naupli akan berwarna
orange kecoklatan akibat masih menangdung kuning telur. Artemia yang baru
menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan
sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasuki larva kedua.
Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikroalga, bakteri,
dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak
memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam
air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali
sebelum menjadi dewasa selama kurun waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata
berukuran 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai
ukuran sampai dengan 20 mm. pada kondisi demikian biomassanya akan mencapai 500
kali dibandingkan biomass pada fase
naupli.
Dalam
siklus hidupnya ikan kerapu macan muda (ukuran 12-20 cm) menyukai perairan
pantai dekat muara dengan kedalaman 0,5-3,0 m, selanjutnya ketika menginjak
dewasa (ukuran 30-50 cm) beruaya ke perairan dengan kedalaman 7-40 m. Ruaya
ikan kerapu macan biasanya terjadi pada siang dan senja hari. Pada saat stadia
telur dan larva, kerapu macan bersifat pelagis, namun begitu menginjak usia
muda sampai dewasa bersifat demersal (Anononimus, 2007b).
(gambar 1 : siklus hidup
ikan kerapu)
2.6
Swimming Layer
Dalam
sebuah pengamatan dibedakan larva normal/alami, larva terperangkap, dan larva
mati. Larva normal berenang sedikit di bawah permukaan air, dan di kolom air.
Larva yang normal walaupun berenang ke permukaan air, ia dapat berenang kembali
ke kolom air, warna tubuhnya biru kehitaman, gerakanya gesit, dan dapat
menghindar. Larva yang terperangkap hanya diam di permukaan air dan tidak dapat
berenang kembali ke kolom air, warna tubuhnya biru kehitaman , gerakanya tidak
gesit, masih bisa menghindar, tidak terbawa aerasi, dari atas terlihat tubuhnya
masih berbentuk dan tidak datar. Larva yang mati dipermukaan tubuhnya berwarna
pudar, terbawa aerasi, sebagian tubuhnya sudah terurai, dari atas terlihat
datar dan posisi perutnya berada disamping seperti sedang tidur.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa ikan kerapu merupakan ikan demersal
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan ini mempunyai karakter tersendiri
dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan. ikan kerapu bersifat
hemaprodit protogini (perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan) dalam
tingkah laku memijahnya dan hal ini berengaruh terhadap kebiasaan makanya,
siklus hidup ikan kerapu dimulai dari menetasnya kista telur yang kemudian
tumbuh menjadi embrio, dari embrio kemudian menjadi naupli yang mampu berenang
bebas setelah itu baru mulai memasuki fase dewasa. Habitat
favorit larva kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang
dan banyak ditumbuhi padang lamun.
Dari sifat-sifat
yang telah diketahui inilah ikan kerapu banyak dibudidayakan karena dari segi
pemeliharaan tidak terlalu susah dan dalam segi ekonomi ikan ini bernilai
ekonomis tinggi sehingga sangat menguntungkan bagi sector perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Baskoro, Mulyono S.,
Taurusman, Am Azbas dan Sudirman. 2010. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan
Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung. 258 Hlm.
Kordi, M. 2001.
Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta.
PSPK
STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp 11-15 UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Rolen
SH, Sorensen PW, Mattson D, Caprio J. 2003. Polyamines as Olfactory Stimuli in
The Goldfish (Carassius auratus). Journal of Exp. Bio (206): 1683-1696.
Subyakto
S, Cahayaningsih S. 2003. Pembenihan Kerapu. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar