MAKALAH
SOSIOLOGI PEDESAAN
MENGENAL
KEARIFAN LOKAL BUDAYA JEPARA
OLEH
Nama : Rina Ainun Nadlifah
Nim : 125080201111005
Kelas : P3
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan
Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas
Brawijaya
2014
BAB
1
PENDAHULUAN
1.
Pengertian
Kearifan Lokal
kearifan
lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local
berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara
umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
I
Ketut Gobyah thiam “Berpijak pada Kearifan Lokal” mengatakan bahwa kearifan lokal (local
genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.
Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan
berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya
masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kerifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan
pegangan hidup. Meskipun nilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya
dianggap sangat universal.
Nama
Jepara berasal dari kata ‘ujung’ dan ‘para’. Kata Para adalah kependekan dari
‘pepara’ yang berarti bebakulan mrana-mrana, yaitu berdagang kesana-kemari.
Sementara itu Lekkerkerker menyebut Jepara dengan haventjes der klein
handelaars artinya pelabuhan para pedagang kecil. Panitia Penyusunan Hari Jadi
Jepara mengatakan bahwa pada umumnya kota-kota yang terletak di tepi pantai
biasanya menggunakan kata ‘ujung’ seperti ‘Ujung Sawat’, ‘Ujung Gat’, ‘Ujung
Kalirang’, ‘Ujung Jati’, ‘Ujung Lumajang’, dan ‘Ujung Blidang’ sehingga kata
Jepara berasal dari kata ujung para, ujungmara atau jumpara.
Jepara
yang terletak di Pesisir pantai utara pulau Jawa mayoritas masyarakatnya
berpencaharian sebagai nelayan selain sebagai pengrajin seni ukir (mebel).
Sebagai masyarakat yang berada di pesisir pantai mereka memiliki kearifan
khusus dalam kaitannya dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya.
2.
TUJUAN
a) Mengetahui
Kerajinan Lokal Jepara
b) Mengetahui
Kepercayaan Masyarakat Jepara
c) Mengetahui
Tradisi Upacara Lomban
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Kepercayaan
Masyarakat
Mengenai
hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya ada kebudayaan-kebudayan
yang memandang alam itu sebagai suatu hal yang sangat dahsyat sehingga manusia
itu pada hakekatnya hanya bisa menyerah saja tanpa ada banyak yang bisa
diusahakannya. Sebaliknya ada pula kebudayaan yang memandang alam itu sebagai
suatu hal yang bisa dilawan oleh manusia dan mewajibkan manusia untuk selalu
berusaha menaklukkan alam, disamping itu ada pula kebudayaan yang menganggap
bahwa manusia itu hanya bisa berusaha mencari keselarasan dengan alam .
Sehingga manusia bebas berinteraksi dan mengolah alam.
Masyarakat
nelayan di Jepara percaya bahwa kehidupan di muka bumi ini diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa dan mereka juga percaya bahwa hidup itu ada yang
menghidupkan dan ada yang menghidupi. Kepercayaan tersebut menjadi dasar
kendali dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang diungkapkan dalam bentuk
kepercayaan tentang sesuatu, adat, nilai, dan upacara-upacara serta perayaan
tertentu.
Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa
masyarakat nelayan juga percaya kalau disekitar tempat tinggal mereka terdapat
makhluk halus atau makhluk penunggu atau ‘sing mbaurekso’ yang sewaktu-waktu
dapat mengganggu kehidupan manusia misalnya mengganggu ketentraman,
mendatangkan bencana, namun sebaliknya bisa juga memberikan ketenangan,
perlindungan dan keselamatan dalam kehidupan manusia. Mereka percaya akan
adanya kekuatan-kekuatan alam yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Mereka
mengenal tanda-tanda alam baik yang berupa tanda-tanda kebaikan maupun
tanda-tanda keburukan. Tanda-tanda alam yang dikenal dalam kehidupan nelayan
antara lain:
a) Jika
di langit ada tanda kehitam-hitaman (mendung tebal) yang datang dari arah barat
serta ada guruh yang menggelegar atau kilat yang menyambar maka itu sebagai
pertanda akan datang gelombang yang besar atau badai yang dahsyat. Sehingga
tidak seorang nelayan pun yang berani melaut, bahkan yang sudah terlanjur di
tengah laut supaya cepat-cepat menepi. Keadaan seperti ini menyadarkan manusia
khususnya para nelayan bahwa pada saat-saat tertentu alam memiliki kekuatan
yang tidak bisa dilawan oleh manusia.
b) Apabila
akan melaut, jika tidurnya mengalami mimpi buruk maka harus terlebih dahulu
diadakan selamatan, karena kalau tidak konon mimpi buruk tersebut akan menjadi
kenyataan.
c) Apabila akan melaut tidak boleh dalam keadaan
marah., baik kepada keluarga maupun orang lain. Konon jika melaut dalam keadaan
marah mereka akan jauh dari rezeki sehingga tidak dapat ikan tangkapan.
d) Apabila sedang berada di tengah laut nelayan
tidak boleh mengatakan kata-kata kotor. Konon jika hal itu dilakukan nelayan
itu akan mengalami kesulitan dalam mencari rezeki dan bisa mendatangkan
musibah.
e) Apabila dalam melaut seorang nelayan menangkap
ikan Pendong yaitu ikan yang dilarang untuk ditangkap, maka ikan tersebut harus
segera dilepaskan kembali ke laut dan sepulangnya dari laut harus segera
menyelenggarakan selamatan khusus agar terhindar dari malapetaka sebagai akibat
tertangkapnya ikan larangan tersebut.
Dengan adanya kepercayaan-kepercayaan para nelayan tersebut maka maka para nelayan di Jepara mengadakan upacara-upacara ritual baik yang bersifat massal maupun pribadi. Dalam upacara-upacara ritual ini diadakan sesaji dan doa magis yang ditujukan pada makhluk yang mendiami alam sana (laut) , sebagai upaya agar hidup mereka diliputi suasana tenang selamat dan dijauhkan dari mara bahaya. Kegiatan upacara ritual yang berhubungan dengan masyarakat nelayan di Jepara antara lain sedekah laut, ceblok branjang, selamatan untuk perahu baru atau penurunan perahu pertama kali ke laut dan upacara kupatan.
Dengan adanya kepercayaan-kepercayaan para nelayan tersebut maka maka para nelayan di Jepara mengadakan upacara-upacara ritual baik yang bersifat massal maupun pribadi. Dalam upacara-upacara ritual ini diadakan sesaji dan doa magis yang ditujukan pada makhluk yang mendiami alam sana (laut) , sebagai upaya agar hidup mereka diliputi suasana tenang selamat dan dijauhkan dari mara bahaya. Kegiatan upacara ritual yang berhubungan dengan masyarakat nelayan di Jepara antara lain sedekah laut, ceblok branjang, selamatan untuk perahu baru atau penurunan perahu pertama kali ke laut dan upacara kupatan.
2.
Pesta
Lomban
Pesta lomban oleh masyarakat Jepara sering pula
disebut sebagai “ Bakda / Bada Lomban “ atau Bakda / Bada Kupat . Disebut “
Bakda Kupat “ karena pada saat itu masyarakat Jepara merayakannya dengan
memasak kupat (ketupat) dan lepet disertai rangkaian masakan lain seperti : opor
ayam, rendang daging, sambal goreng, oseng-oseng dan lain-lain. Istilah Lomban
oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “Lomba-lomba” yang berarti
masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang
seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, namun ada sebagian
mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “Lelumban” atau
bersenang-senang.
Pesta Lomban masa kini dilaksanakan oleh warga
masyarakat nelayan Jepara bahkan dalam
perkembangannya sudah menjadi milik warga masyarakat Jepara. Malam hari sebelum
acara pesta Lomban berlangsung, biasanya diadakan pagelaran wayang kulit
semalam suntuk. Pesta Lomban dimulai sejak pukul 06.00 WIB dimulai dengan
upacara Pelepasan Sesaji dari TPI Jobokuto. Upacara ini dipimpin oleh pemuka
agama desa Jobokuto dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat
Kabupaten lainnya. Sesaji itu berupa Kepala Kambing hitam (kendit) atau Kepala
Kerbau, kaki, kulit dan jerohannya dibungkus dengan kain mori putih. Sesaji
lainnya berisi sepasang Kupat dan Lepet, bubur merah putih, jajan pasar,
arang-arang kambong (beras digoreng), nasi yang diatasnya ditutupi ikan, jajan
pasar, ayam dekeman (ingkung), dan kembang boreh/setaman. Semua sesaji
diletakkan dalam sebuah ancak yang telah disiapkan sebelumnya. Setelah dilepas
dengan do’a sesaji ini di”larung” ke tengah lautan, pembawa sesaji dilakukan
oleh sejumlah rombongan yang telah ditunjuk oleh pinisepuh nelayan setempat dan
diikuti oleh keluarga nelayan, semua pemilik perahu, dan aparat setempat.
Gambar 1. Arak arakan sesaji yang mau di larung ke
laut
setelah sesaji dilepas, beberapa perahu nelayan
berebut mendapatkan air dari sesaji itu yang kemudian disiramkan ke kapal
mereka dengan keyakinan kapal tersebut akan mendapatkan banyak berkah dalam
mencari ikan. Ketika berebut sesaji ini juga dimeriahkan dengan tradisi perang
ketupat dimana antar perahu yang berebut saling melempar dengan menggunakan
ketupat. Selanjutnya dengan disaksikan ribuan pengunjung Pesta Lomban acara
“Perang Teluk” berlangsung ribuan kupat, lepet, kolang kaling, telur-telur
busuk berhamburan mengenai sasaran dari perahu ke perahu yang lain. “Perang
Teluk” usai setelah Bupati Jepara beserta rombongan merapat ke Pantai Kartini
dan mendarat di dermaga guna beristirahat dan makan bekal yang telah dibawa
dari rumah. Di sini para peserta pesta Lomban dihibur dengan tarian tradisional
Gambyong dan Langen Beken dan lain sebagainya. Maksud dari upacara pelarungan
ini adalah sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Allah SWT, yang
melimpahkan rezeki dan keselamatan kepada warga masyarakat nelayan selama
setahun dan berharap pula berkah dan hidayahNya untuk masa depan. Selain itu
pelarungan ditujukan sebagai salah satu bentuk rasa hormat kepada Yang Maha
Penguasa ‘sing mbaurekso’ sebagai ruh para leluhur yang mereka percaya dapat
menjaga dan melindunginya dari segala ancaman marabahaya dan mala petaka. Tradisi upacara yang masih bertahan dapat
memberi gambaran bahwa masyarakat nelayan masih memegang teguh adat istiadat
yang diwarisi secara turun-temurun. Kepercayaan terhadap leluhur, roh halus
merupakan manifestasi keteguhan hati yang masih mengakar pada diri nelayan
Jepara dalam hal nguri-uri kebudayaan leluhurnya.
Gambar 2. Perang Teluk
Pesta Lomban ini merupakan puncak acara dari Pekan
Syawalan yang diselenggarakan pada tanggal 8 syawal atau 1 (satu) minggu
setelah hari raya Idul Fitri. Pesta Lomban ini sendiri telah berlangsung lebih
dari 1 (satu) abad yang lampau. Pulau Kelor sekarang adalah komplek Pantai
Kartini atau taman rekreasi Pantai Kartini yang dulunya masih terpisah dengan
daratan di Jepara. Karena pendangkalan dan diurug masyarakat, maka lama
kelamaan antara Pulau Kelor dan daratan Jepara menyatu. Pulau Kelor (sekarang
Pantai Kartini) dahulu pernah menjadi kediaman seorang Melayu bernama Encik
Lanang, pulau ini dipinjamkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada Encik
Lanang atas jasanya dalam membantu Hindia Belanda dalam perang di Bali. Seusai
pertempuran para peserta Pesta Lomban bersama-sama mendarat ke Pulau Kelor untuk
makan bekalnya masing-masing. Selain pesta-pesta tersebut, para nelayan peserta
Pesta Lomban tak lupa lebih dahulu berziarah ke makam Encik Lanang yang
dimakamkan di Pulau Kelor tersebut.
3.
Jepara
Kota Ukir
Selain
dikenal sebagai kota kelahiran RA. Kartini, Jepara juga terkenal dengan seni
ukiran kayunya. Di sepanjang jalan menuju kota banyak dijumpai pengrajin meubel
dan ukir jepara. ini membuktikan bahwa,
jepara dengan mebelnya sudah melekat dan mengatu dengan mobilisasi
masyrakatnya, bahkan di sisi mata pencaharian, banyak sekali masyarakat jepara
yang bekerja berhubungan dengan mebel dan ukir jepara.
seni
ukir jepara sendiri berkembang pesat karena masyarakatnya memanfaatkan budaya
ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan kesehariannya, awal
mula munculnya ukir jeparapun banyak yang menafsirkan berbeda-beda.
singkat
cerita zaman dahulu kala ada seorang pengukir dan pelukis di zaman Raja
Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur. Salah seorang Pengukir itu
bernama Prabangkara atau dikenal dengan sebutan Joko Sungging. Dan pada saat
itu Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya dalam keadaan telanjang
tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja.
Dipanggillah
ahli ukir dan lukis Prabangkara itu untuk mewujudkan keinginan Raja Brawijaya.
Prabangkara mendapatkan tugas yang mustahil dilakukan yaitu melukis istri sang
raja dalam keadaan tanpa busana tetapi dia tidak boleh melihat permaisuri dalam
keadaan tanpa busana. Tentunya Prabangkara harus melukis menggunakan imajinasi
saja. Dan akhirnya Prabangkara melaksanakan tugas tersebut, dan selesai
tugasnya dengan sempurna.
Tiba-tiba
saja ada seekor cicak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut.
Sehingga lukisan permaisuri tersebut punya tahi lalat. Raja gembira dengan
hasil karya Prabangkara tersebut. Dilihatnya dengan detail gambar lukisan
tersebut. Dan begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh
Prabangkara melihat langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat
persis seperti kenyataan.
Raja
Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di
layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke
Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung
itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu
mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara
bertahan dan lestari hingga sekarang.
Hingga
saat ini masyarakat jepara masih melestarikan budaya seni ukir kayu di samping
di manfaatkan masyarakat jepara sebagai mata pencahariaan mereka. Ukiran jepara
tak hanya dikenal oleh masyarakat local namun karya-karya indah seni ukir
jepara juga terkenal hingga mancanegara.
4. Potensi Wisata Karimunjawa
Kawasan
yang jaraknya sekitar 85 km dari kota Jepara ini memiliki luas wilayah kurang
lebih 107.225 ha, yang sebagian besarnya terdiri dari lautan yang luasnya
100.105 ha, dan daratnya sekitar 7.120 ha. Kawasan ini merupakan salah satu
dari 16 kecamatan di Jepara.
Karimunjawa
menyediakan panorama alam yang begitu indah dan menyejukan mata. Mulai dari
hamparan hutan mangrove, sisa hutan tropis khas dataran rendah, pegunungan dan
hamparan alamyang masih terjaga kealamianya. Serta terumbu karang, padang lamun
dan biota lautnya yang bermacam macam merupkaan salah satu kekayaan dari
wilayah ini. Sejak tahun 1988, karimunjawa ditetapkan sebagai taman nasional
sampai sekarang. Karena di wilayah ini hidup berbagai tanaman dan binatang.
Diantara tmbuhanya yaitu hutan mangrove, hutan dataran rendah, terumbu karang
dan hutan- hutan pantai, populasi kera ekor panjang, rusa dan sekitar tiga
ratus lia puluh tiga jenis ikan karang dan enam puluh Sembilan marga karang
keras. Hal ini lah yang menjadikan karimunjawa wajib untuk di kunjjungi. Banyak
kegiatan wisata yang di tawarkan disni. Diantaranya snorkeling, dengan kegiatan
ini kita dapat menyaksikan bawah laut kariunjawa yang memang memiliki air yang
jernih, selain itu kita juga dapat melakukan diving jika kita masih ingin
berlama lama di sini. Di sisi lain kita dapat meliat bagaimana par penduduk
karimunjawa yang membududayakan ikan hiu yang kita kenal sebagai ikan karnivora
yang ganas. Dan menyeramkan. Disni kita dapat langsung bercengkama dengan ikan
hiu hasil budidaya.
kearifan
budaya local serta keramahan penduduk karimunjawa juga menjadi salah satu daya
tarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini. Penduduknya yang terdiri dari
suku bebeda. Ada suku bugis, Madura,, dan tentunya jawa. Mereka hidup berdampingan
dengan rukun. Sebagian dari mereka berprofesi sebagai nelayan.disisi lain,
masayarakat bugis yang terkenal dengan tenun sarungnya jua tak mau kalah ambil
bagian dalam perekonoian masyarakat karimunjawa. Sama halnya dengan masyarakat bugis, masyarakat
Madura jugaemiliki kemampuan untuk membuat ikan kering sebagai industry
rumahnya. Mereka tingal dan menetap di pulau karimunjawa yang merupakan pulau
terbesar. Di pulau ini, ketika senja telah tiba maka dermaga menjadi tempat
yang sangat di faforitkan untuk melihat keindahan langit senja karimunjawa.
Gambar
3. Taman Nasional Krimunjawa
Di
karimunjawajawa juga menyimpan legenda di dalamnya. Menurut masyarakat
karimunjawa, nama karimun sangat berkaitan dengan sunan nyamplung, nama aslinya
syech Amir hasan. Beliau ini adalah salah seoran putra dari sunan muria. Sejak
kecil beliau di manja, sehingga ketika dewasa belia cenderung nakal. Berbagai
cara telah dilakukan sang ayah, namun selalu saja gagal. Dengan berharap agar
ankanya bisa menjadi lebih baik, sunan muria menitipkan anaknya kepada sunan
kudus. Di bawah bimbinganya, sikap syech amir berubah menjadi sosok yang baik
dan taat.merasa telah berhasil, sunan kudus mengembalikanya kepada keluarga.
Namun ketika sudah bersama keluarganya, Amir hasan kembali seperti semula.
Meliat kelakuan anaknya, sunan muria merasa prihain dan meminta anaknya untuk
mengamalkan ilmunya di pulau yang Nampak “kremun-kremun” (bahasa jawa) atau
tidak jelas bila dilihat dari muria. Dan sang ayah melarangnya kembali sebelum
tugasnya selesai. Berbekal dua buah biji nyamplung yang akan di tana disana,
serta sebuah mustika majid namnya yang sampai saat ini masih ada di kompleks
makamsunan nyamplungan, serta dua orang teman, akhirnya iapun mulai melakukan
perjalananya dan sampailah di tempat yang diharapkanya itu. Setelah irudia
menanamkan dua buah biji yang di bawanya itu. Dan tanaman dari buah biji itula
yang kini disebut sebagai pohon nyamplung dan daerahnya di sebut dukuh
nyamplung.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kerifan local (local wisdom) adalah suatu kekayaan
budaya yang dimiliki oleh suatu daerah yang sudah ada pendahulunya dan sampai
sekarang masih dilestarikan dengan bijaksana. Kearifan lokal terbentuk sebagai
keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas.
Kerifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus
dijadikan pegangan hidup.
Jepara. Sebuah kota di utara pulau jawa yang
menyimpan kerifan local yang sampai saat ini masi dilestarikan oleh masyarakatnya.
Mulai dari kepercayaan masyarakatnya yang mampu membaca alam ketika akan
melakukan pekerjaan, tradisi pesta lomban yang sarat akan makna budaya dan
agama, tradisi ini diadakan seminggu pasca hari raya Idul Fitri untuk mengenang
tokoh leluhur bernama “Encik Lanang”
yang mengawali tradisi tersebut.
Kota Jepara memiliki satu kerajinan khas yang
terkenal hingga mancanegara yaitu kerajinan ukir kayu. Kerajinan inipun tak
luput dari sejarah penggagasnya. Tak hanya bernilai seni budaya saja, seni ukir
jepara juga mampu menjadi penopang sector ekonomi khususnya bagi masyarakat
jepara. Selain itu, Jepara juga memiliki potensi wisata alam karimunjawa yang
diminati baik wisatawan local maupun mancanegara. .
2.
Saran
sebagai generasi muda, tentunya kita harus ikut
serta melestarikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan local yang ada
dalam suatu daerah. Khususnya bagi penulis yang merupakan darah asli dari kota
ukir jepara agar mampu ikut serta dalam
melestarikan budaya sehingga kebudayaan tersebut tidak luntur sampai
anak cucu kelak dan dapat dikenal
masyarakat luas sebagai daerah yang beridentitas.
DAFTAR
PUSTAKA
http://blog.kampungmebel.com/sejarah-seni-ukir-jepara.
diakses pada tanggal 12 oktober 2014
http://christiananova.blogspot.com/2009/01/pesta-lomban-jepara.html
diakses pada tanggal 15 oktober 2014
http://febrinugraha.wordpress.com/dinding/legenda-seni-ukir-jepara.
diakses pada tanggal 15 oktober 2014
http//roni’blog.blogspot.com/Taman-nasional-karimunjawa-kabupaten-jepara.
Diakses pada tanggal 17 oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar