13 September 2015, dua minggu
sudah keberadaanku di malang setalah kepulanganku dari cilacap. Seperti yang
kubanyangkan sebelumnya, aku akan memadatkan kekgiatanku selagi di malang ini.
Lebih tepatnya membuat hari hariku menjadi lebih bermanfaat. Yahh sudah
kuraskan beberapa hari ini memang. Minggu pertama perkuliahan masuk, akau
tengah disibukan dengan kesibukan baruku. Mulai dari pendampingan mahasiswa
difable, bimbingan belajar privat, pun dengan kegiatan pesantren, belum lagi
aktifitas perkuliahan dan bimbingan laporan dengan dosen malah belum terjamah
sama sekali. Aku mencoba menikmatinya… yaa meskipun weekend ini aku merasa
sangat useless karena tak ada kegiatan berarti yang ku lakukan.
Menjadi volunteer untuk mahasiswa
difable memang pilihanku, mengapa? Karena memang aku sempat berfikir bagaimana
mereka bisa menyelesaikan urusan
perkuliahan mereka dengan keterbatasan nyata yang mereka punya? Dari situ aku
berempati untuk terjun menjadi volunteer mahasiswa penyandang difable. PSLD
(Pusat Studi Layanan Disabilitas). Sebuah lembaga yang melayani mahasiswa
difabel di Universitas Brawijaya.
Hari pertama Pendampingan aku
mendampingi seorang mahasiswa baru berasal dari blitar. Dia seorang tuna daksa,
mngkin hanya perkara menulis cepat saja kelemahnya, dan berbicara yang kurang
jelas pula. Sehingga perlu didampingi saat melaksanakan aktiviitas perkuliahan
Aku masih mudah mengendalikan dan mendampinginya.
Di hari
keduaku, aku harus mendampingi mahasiswa dari fakultas hukum. Aku kira dia
mahasiwa baru yang belum tahu apa-apa soal kampus,setelah ditelisik, ternyata
dia angkatan “tua” yang memang ada berbagai factor yang menyebabkan kuliahnya
belum terselsaikan hingga saat ini. Dan perlu diketahui juga, keterbatasan
penglihatan yang ia derita ternyata berasal dari musibah kecelakaan yang dia
alami pada saat kuliah semester tiga di tahun sebelumnya. Tak hanya dia. Di
kantor pusat PSLD aku juga bertemu dnegan mahasiswa tuna naetra lainya. Dia
bernama afif, kalau yang ini memang benar2 mahasiswa baru. Dia berasala dari
kota solo jawa tengah, di tengah2 keterbatasan yang ia punya, dia memiliki
bakat terpendam yakni ia pandai
bermusik,terlebih alat music drum. Dalam waktu dekat ini juga dia akan
mengikuti kontes di Surabaya ungkapnya kala itu.
Dihari
ketigaku mendampingi mable (hasaiswa difable), semakin menantang. Kali ini aku
mendampingi dua mahasiswa tunarungu di jurusan management informatika vokasi.
Karena bahasa isyaratku masih sangat minus, aku sempat kebingungan ketika harus
mendampngi mereka. Apa yang dijelaskan oleh sang dosen harus aku transfer
kepada mereka dengan bahasa isyarat yang memang belum spenuhnya aku kuasai. Dihari itu juga sang dosen meminta para
mahasiswa untuk pretest. Terang saja, mahasiswa yang ku damping hari itu adalah
semester 3, jadi wajar saja jika pelajaran semsetr lalu diulang kembali dengan
pretest. Terkesan sulit memang untuk mentransfer bahasa yang disampaikan dosen
kepada mereka, tapi setelah ditelateni, semua all is well.
Dihari
keempat jauh lebih menantang. Sekilas mahasiswi ini tak jauh beda dengan
mahasiswa-mahasiswa lainya. Dia tampak normal dan sejenak aku berfikir kenapa
dia harus didampingi? Sepertinya dia baik-baik saja? Dan waktupun menjawab.
Tiba didalam kelas dan perkuliahan dimulai. Disitu aku baru tahu, mengapa butuh
pendamping? Autis. dia sulit mengendalikan dirinya sendiri, suka aktif sendiri,
berpendapat namun apa yang dia lontarkan sulit dimengerti orang lain dan bahkan
bisa dibilang gak nyambung . bisa
jadi malah dia menjadi bahan tertwaan teman2 sekelasnya. Tugasku menenangkan dia ketika dia akan bertindak di luar jalur
yang seharusnya. Agak harus berhati hati memang, karena orang yang menderita
autis terkadang sangat sensitive perasaanya. Mungkin di hari-hari berikutnya
akan lebih banyak cerita
Yaah begitulah awal semester 7
yang penuh warna… semoga pengalaman2 kecil itu bisa membuatku lebih banyak
bersyukur dan membuat hari2ku lebih bermanfaat lagi J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar