Belajar
dari alam. 17-18 januari 2015, that’s unforgettable moment for me.. puncak
gunung panderman telah berhasil ku tapaki. Meskipun dengan langkah
tergopoh-gopoh namun mampu terlewati selangkah demi selangkah. Keindahan alam
yang disajikanpun seakan menjadi pengobat rasa lelah ini. Monyet liar
berkeliaran, suara kicauan, jalan berbatu menanjak, kabut yang tebal menjadi
tantangan tersendiri dalam pendakian untuk mencapai puncaknya.
Perjalanan
diawali dari lereng gunung pukul 08.00 WIB. Kami berangkat 10 orang, 6
laki-laki dan 4 perempuan. Beruntung, di kaki gunung kami bertemu dengan
pengendara pick up sehingga kami turut denganya,sekaligus menghemat tenaga.
Tiba di awal pendakian, kami berjumpa dengan para pendaki lain yang turun dari
puncak. Cuaca tak mendukung memang, kami melakukan pendakian di musim
penghujan. Namun hal itu tak menyurutkan langkah kami. Kami terus mendaki dan
mendaki, sesekali kami bertemu dengan kawan seperjuangan yang akan menuruni
gunung ataupun sama-sama berjuang menuju puncaknya.
Tiba di
latar ombo, terlihat beberapa tenda tengah berdiri tegak disana, kami berhenti
sejenak untuk sekedar melepas lelah sembari menunggu dua kawan yang masih
tertinggal jauh dari latar ombo. Penampakan kera putih liar yang begitu lincah
berayun-ayun di ranting pepohonan menjadi pemandangan unik tersendiri. Setelah
kami rasa cukup untuk melepas lelah dan semua anggota sudah lengkap, kami
melanjutkan perjalanan kembali hingga sampai di ‘watu kursi’. Ya namnaya watu
kursi karna kami berada di sebuah pelataran yang terdapat batu yang menjulang
tinggi dan menyerupai bentuk kursi. Di tempat inilah kami memutuskan untuk
mendirikan tenda. Dua tenda sudah siap, satu tenda untuk laki-laki dan satu
tenda lagi untuk perempuan. Di tempat
ini kami bergegas menunaikan ibadah sholat dzuhur sembari mengumpulkan energi
untuk melanjutkan pendakian ke puncak gunung panderman. Setelah energi
terkumpul, kami bersiap melanjutkan pendakian. Medan yang kami hadapi kali ini
lebih membutuhkan kehati-hatian dan konsntrasi. Bagaimana tidak? Di
engah-tengah pendakian hujan dating mengguyur,
Bebatuan di depan mata, jalanan licin yang menanjak menjadi tantangan
tersendiri untuk kami, teledor sedikit saja bisa jatuh terpeleset, kabut yang
semakin menebal tak membutakan arah kami, bagaikan berjalan di atas awan.
Akhirnya
setelah kurang lebih 2 jam pendakian, sampai juga di puncak panderman. Puncak
panderman berada di ketinggian 2000 MDPL terletak di kota Batu. kala itu hanya ada aku dan tim pendakianku yang baerada di
puncak, meskipun sesekali kami bertemu dengan para pendaki lain di tengah
perjalnan namun beruntung ketika sampai puncak belum banyak pendaki yang sampai
disana sehingga kami bebas untuk hunting picture, yups, dimanapun itu, dokumentasi
adalah suatu hal yang tak boleh terlewatkan karena sebagai bukti bahwa kita
telah menapakijejak di suatu moment dan
tempat.
Setelah
kami rasa cukup menikmati puncak panderman sekaligus koleksi foto yang seabrek, kami memutuskan untuk menuruni
puncak sembari mengumpulkan kayu bakar untuk bekal membuat api unggun di malam
hari. Medan yang kami hadapipun tak jauh beda pada saat pendakian, jalanan yang
licin dan curam membuat kami harus sangat berhati-hati, salah satu teman kami
beberapa kali terpeleset, namun semua itu akan menjadi kenangan tersendiri
untuk kami. Beberapa kali kami berjumpa dengan kawan sesame pendaki yang
berlawanan arah menuju puncak panderman, sapaan saling menyemangati menjadi
tanda kawan meskipun tak saling kenal,
Senja
menjelang, perutpun sudah mulai keroncongan. Di saat yang bersamaan, persediaan
air kita terbatas dan hanya cukup untuk malam itu saja. Akhirnya kami membagi
tugas, dua teman kami turun menuju sumber air satu-satunya yang ada di gunung
panderman yang jaraknya tidak bisa dikatakan dekat, sedangkan sisanya memasak
mie denagn sisa air seadanya untuk makan malam kami nanti. Beruntung setelah
masakan matang, hujan baru datang, namun sayang, dua kawan kami yang tengah
berjuang mengambil air belum juga kembali. Hingga hari semakin gelap dan hujan
semakin lebat mereka tak kunjung kembali, sembari menunggu kedatangan mereka
kami masih berusaha memasang terpal untuk berteduh di samping tenda.
Tak lama
kemudian dua teman kami sudah sampai di batu kursi tempat tenda kami berdiri,
setelah semua personil lengkap, karena perut yang sudah dari tadi keroncongan,
akhirnya kami menyantap mie goring yang sudah dingin dan lembek dengan
beralaskan plastic bekas bungkus kemasan mie tadi. Meskipun demikian, kudapan
sederhana itu terasa nikmat karena dinikmati bersama di guyur derasnya hujan
dan di tengah-tengah hutan yang gelap. Sesekali kami mendapati segerombolan
orang yang sedang berusaha keras menuju
puncak panderman. Semangat mereka tak patah meskipun di rundung hujan malam
itu.
Setelah
perut terisi, satu persatu dari kami mulai menyipitkan matanya, kami putuskan
untuk bergilir memantau area tenda
karena memang kondisi tenda yang terbatas. Empat teman laki laki kami sudah
terlelap terlebih dahulu, barulah ketika sudah memasuki pukul 11.00 giliran
kami (4 perempuan) untuk memejamkan mata hingga esok menjelang. Selama di dalam
tenda, sesekali telinga ini mendengar hentakan sepatu dari arah luar, meskipun
sudah larut, masih saja banyak pendaki yang kami jumpai malam itu. Niat hati ingin ke puncak melihat sunrise ,
tapi raga seakan tak mau bangkit dari peristirahatan, tapi hal itu tak
menyesalkan kami karena ternyata berdasarkan informasi dari para pendaki yang
sudahs sampai puncaknya sunrise tertutup kabut sehingga tak Nampak dari puncak
panderman. Beruntunglah kami tak jadi
mendaki puncak lagi karena memang sunrise tak Nampak tertutup kabut.
Udara
pagi menyambut nan sejuk, pemandangan asri pegunungan dihiasi kera-kera yang
lincah melompat kesana kemari membuat pikiran relex setelah otak penuh dengan
kepenatan di tengah tengah kerumunan kota. Sekitar pukul 8 pagi, kami
memutuskan untuk memasak. Yaa, apalagi kalau bukan mie instan, karena memang
itu bekal kami. Mie goreng di temani jagung rebus menjadi santapan pagi kami,
sesusai sarapan kami berjumpa dengan beberapa pendaki yang tengah turun dari
puncak panderman, beberapa dari mereka ada pendaki dari luar negri, Thomas dan
charoline, dua warga Negara Australia ini sengaja menghabiskan waktu liburanya
untuk mendaki gunung panderman. Sekitar pukul 11.00 kami memutuskan untuk
mengemas perlengkapan dan siap untuk turun dari gunung, tepat sekitar pukul
14.30 kami sampai di kaki gunung dan bersiap untuk kembali ke malang dan
memulai aktifitas.
Dari sini
kami belajar bahwasanya hidup itu perlu perjuangan untuk mencapai sebuah
kesuksesan, ibarat mencapai puncak panderman, medan yang dilewatipun tak mudah,
begitu juga dengan kehidupan, sesulit apapun rintangan yang dihadapi, tetap
harus semangat dan tak putus asa. itulah yang di sebut proses, proses untuk
mencapai puncak kesuksesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar