Senin, 16 Desember 2013

TINGKAH LAKU IKAN KERAPU


MAKALAH TINGKAH LAKU IKAN
 TINGKAH LAKU IKAN KERAPU (SERRANIDAE)

Disusun Oleh
Nama   : Rina Ainun Nadlifah
Nim      : 125080201111005
Kelas   : P01
 









PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ikan karang merupakan salah satu komoditi unggulan di sector perikanan tangkap, dengan sumberdaya yang hampir tersebar di seluruh Indonesia. Ikan karang dibagi menjadi dua kelompok yaitu ikan hias (ornamental fish) dan ikan untuk dikonsumsi (food fish). Salah satu ikan konsumsi tinggi adalah ikan kerapu yang termasuk kedalam genus ephinepelus antara lain kerapu lumpur (Ephinephelus Coroides), kerapu raksasa (Ephinepelus Lanceolatus) dan kerapu macan (Ephinepheluss Fuscoguttatus).kerapu macan ini memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar internasional seperti pasar singapura, cina, dan Taiwan.
Karena sifatnya yang bernilai ekonomis tinggi, maka ikan kerapu banyak dibudidayakan disektor perikanan untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam hal ini tentunya diperlukan pengetahuan mengenai tingkah laku ikan kerapu mulai dari faktor lingkungan yang mempengaruhi ketahanan ikan kerapu, kebiasaan makan ikan, tingkah laku ikan pada saat memijah, migrasi ikan, siklus hidup ikan, hingga lapisan berenang ikan. Makalah ini menjelaskan tentang semua aspek yang berkaitan dengan tingkah laku ikan kerapu.

1.2  Rumusan masalah
a.       Bagaimana tingkah laku ikan terhadap kondisi lingkungan diperairan ?
b.      Bagaimana kebiasaan makan ikan pada saat memijah?
c.       Bagaimana siklus hidup ikan kerapu?
1.3  Tujuan
a.       Mengetahui tingkah laku ikan terhadap kondisi lingkungan perairan
b.      Mengetahui kebiasaan makan ikan pada saat memijah
c.       Mengetahui siklus hidup ikan kerapu



BAB 2
PEMBAHASAN
2.1  Ikan Kerapu (Serranidae)
menurut Tarwiyah (2001), ikan kerapu mcan (Eppinephelus Fuscogattus) digolongkan pada klasifikai :
class                 : Chondricthyes
subclass           : Ellasmobranchii
ordo                 : Percomorphii
divisi               : Perciformes
family              : Serranidae
genus               : Epinephelus
spesies              : Epinephelus Sp
            morfologi ikan kerapu
ikan kerapu bentuk tubuhnya agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxilarry lebar diluar mata, gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan posterior. Habitat benih ikan kerapu macan adalah pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticula dan Gracilaria sp, setelah dewasa hidup diperairan yang lebih dalam dengan dasar terdiri dari pasir berlumpur. Ikan kerapu termasuk jenis karnivora dan cara makanya “mencaplok” satu persatu makan yang diberikan sebelum makanan sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis krustacea (rebon, dogol, dan krosok), selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan belanak).

2.2  Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Ikan Kerapu
Perkembangan kehidupan kerapu tikus sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat hidupnya. Faktor lingkungan tersebut antara lain : suhu, cahaya, salinitas, arus. Fluktuasi kedaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap periode, migrasi musiman serta terdapatnya ikan. Keadaan perairan serta perubahannya juga mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Baskoro, et al. 2010).
a)         Suhu
Komarova (1939) dalam Baskoro. et al (2010) menerangkan bahwa suhu yang terlalu tinggi, tidak normal dan tidak stabil ternyata akan mengurangi kecepatan makan ikan. Ada kalanya ikan yang berukuran besar akan mencari daerah makanan yang bersuhu lebih rendah daripada ikan-ikan yang berukuran lebih kecil dari jenisnya, hal tersebut mungkin disesuaikan dengan kebutuhan fisiologisnya.
Perairan laut cenderung memiliki suhu yang konstan karena mengandung panas jenis yang tinggi. Ikan kerapu menunjukan pertumbuhan yang baik pada kisaran suhu 27 – 28 0C. Perubahan suhu yang cukup ekstrim akan berpengaruh terhadap proses metabolisme atau nafsu makan ikan ini (Sudjiharno dan Winanto, 1998).
b)      Ph
Kondisi perairan dengan pH netral atau sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan air laut. Perairan dengan pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas tubuh menurun atau ikan menjadi lemah, lebih mudah terkena infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Kadar pH ideal untuk kegiatan perikanan ialah 6,5-8,5 (Sudjiharno dan Winanto, 1998).
c)         Salinitas
Salinitas menggambarkan padatan total di perairan, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi yang dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (‰). Laut memiliki salinitas berkisar antara 30-40‰ (Effendi, 2000). Dalam sebuah penelitian di Balai Budidaya Lampung pertumbuhan yang baik indukan ikan kerapu macan adalah  pada kisaran salinitas 31-33‰ (Sudjiharno dan Winanto, 1998).
d)     Cahaya
Umumnya larva kerapu bebek cenderung berenang ke permukaan air, ini disebabkan oleh sifat phototaksis positif (berenang menuju cahaya) larva (Tandler and Manson, 1982 dalam Sudrajat, 2001) dan awal inflasi gelembung renang. Namun pada saat dewasa, ikan kerapu kembali ke habitat asalnya yaitu menjadi ikan demersal yang bersifat nocturnal atau aktif beraktifitas pada malam hari tanpa adanya cahaya.

.
2.3  Tingkah Laku pada Saat Pemijahan
a)      Kebiasaan Memijah
Pemijahan kerapu dapat dilakukan secara alami (natural spawning) dan buatan (artifical spawning). Pemijahan  dilakukan secara alami dengan metode manipulasi lingkungan. Sistem manipulasi lingkungan mempunyai beberapa keuntungan antara lain kualitas telur baik, pemulihan induk cepat dan pematangan kembali teratur. Sistem manipulasi lingkungan ini dilakukan dengan memberi kejutan-kejutan perubahan temperatur yaitu dengan menurunkan permukaan air sampai kedalaman 30 cm dari dasar bak. Biasanya induk akan memijah pada malam hari berkisar antara pukul 23.00-03.00.
Menurut Subyakto dan Cahyaningasih (2003), kerapu bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua.  Menurut Kordi (2001) ikan kerapu memijah sepanjang tahun. Untuk melakukan pemijahan, ikan kerapu membutuhan salinitas antara 28-32 ppt, dengan suhu antara 27°C - 30°C. Ikan kerapu tikus memijah disaat gelap, yaitu ketika bulan tidak bersinar terang. Biasanya berlangsung antara tanggal 25 hingga tanggal 5 berikutnya (bulan arab).

b)      Kebiasaan Makan
Kebiasan makan ikan kerapu tikus, menurut Iskandar dan Mawardi (1996) dalam Risamasu (2008) ikan kerapu tikus yang termasuk dalam keluarga serranidae merupakan ikan nokturnal dimana ikan ini mencari makan pada malam hari. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman. Setianto (2011) melaporkan dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu tikus muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5- 3 meter selanjutnya menginjak masa dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan larva bersifat pelagis sedangkan kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal. Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan.
Ikan demersal memiliki kebiasaan hidup di dasar perairan yang bersubstrat lumpur dan terlindungi oleh karang. Ekosistem karang dijadikan sebagai tempat berlindung, mencari makan dan menghindar dari predator bagi ikan demersal (Riyanto, 2008).

2.4  Migrasi Ikan
Habitat favorit larva kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan banyak ditumbuhi padang lamun (ladang terumbu karang). Pada siang hari, larva kerapu biasanya tidak muncul ke permukaan air, sebaliknya pada malam hari, larva kerapu banyak muncul ke permukaan air. Hal ini sesuai dengan sifat kerapu sebagai organisme nocturnal, yakni pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makanan. (Subyakto, et. al. 2003).
Kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, diantara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif ini relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas.
2.5  Siklus Hidup
Sikls hidup Artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur, setelah 15-20 jam pada suhu 25 derajat celcius kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam  embrio ini  akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas. Pada awalnya, naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih menangdung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam mereka akan ganti kulit dan memasuki larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organic lainya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak memilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa selama kurun waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran 8 cm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. pada kondisi demikian biomassanya akan mencapai 500 kali dibandingkan biomass pada  fase naupli.
Dalam siklus hidupnya ikan kerapu macan muda (ukuran 12-20 cm) menyukai perairan pantai dekat muara dengan kedalaman 0,5-3,0 m, selanjutnya ketika menginjak dewasa (ukuran 30-50 cm) beruaya ke perairan dengan kedalaman 7-40 m. Ruaya ikan kerapu macan biasanya terjadi pada siang dan senja hari. Pada saat stadia telur dan larva, kerapu macan bersifat pelagis, namun begitu menginjak usia muda sampai dewasa bersifat demersal (Anononimus, 2007b).
(gambar 1 : siklus hidup ikan kerapu)
2.6  Swimming Layer
Dalam sebuah pengamatan dibedakan larva normal/alami, larva terperangkap, dan larva mati. Larva normal berenang sedikit di bawah permukaan air, dan di kolom air. Larva yang normal walaupun berenang ke permukaan air, ia dapat berenang kembali ke kolom air, warna tubuhnya biru kehitaman, gerakanya gesit, dan dapat menghindar. Larva yang terperangkap hanya diam di permukaan air dan tidak dapat berenang kembali ke kolom air, warna tubuhnya biru kehitaman , gerakanya tidak gesit, masih bisa menghindar, tidak terbawa aerasi, dari atas terlihat tubuhnya masih berbentuk dan tidak datar. Larva yang mati dipermukaan tubuhnya berwarna pudar, terbawa aerasi, sebagian tubuhnya sudah terurai, dari atas terlihat datar dan posisi perutnya berada disamping seperti sedang tidur.
BAB 3
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa ikan kerapu merupakan ikan demersal yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Ikan ini mempunyai karakter tersendiri dalam beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan. ikan kerapu bersifat hemaprodit protogini (perubahan jenis kelamin dari betina ke jantan) dalam tingkah laku memijahnya dan hal ini berengaruh terhadap kebiasaan makanya, siklus hidup ikan kerapu dimulai dari menetasnya kista telur yang kemudian tumbuh menjadi embrio, dari embrio kemudian menjadi naupli yang mampu berenang bebas setelah itu baru mulai memasuki fase dewasa. Habitat favorit larva kerapu tikus muda adalah perairan pantai yang pasirnya berkarang dan banyak ditumbuhi padang lamun.
Dari sifat-sifat yang telah diketahui inilah ikan kerapu banyak dibudidayakan karena dari segi pemeliharaan tidak terlalu susah dan dalam segi ekonomi ikan ini bernilai ekonomis tinggi sehingga sangat menguntungkan bagi sector perikanan.















DAFTAR PUSTAKA

Baskoro, Mulyono S., Taurusman, Am Azbas dan Sudirman. 2010. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung. 258 Hlm.
Kordi, M. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta.

PSPK STUDENT JOURNAL, VOL. I NO. 1 pp 11-15 UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Rolen SH, Sorensen PW, Mattson D, Caprio J. 2003. Polyamines as Olfactory Stimuli in The Goldfish (Carassius auratus). Journal of Exp. Bio (206): 1683-1696.
Subyakto S, Cahayaningsih S. 2003. Pembenihan Kerapu. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar