Benar- benar adil. bukan hal yang
tabu lagi, memang DIA adalah dzat yang maha adil. mungkin karena aku tengah merasakan keadilan itu begitu dekat
denganku. aku adalah mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi di
kota malang yang akan menyelesaikan tugas akhir perkuliahan (skripsi). Sudah
barang tentu pertemuan dengan dosen pembimbing menjadi rutinitas hampir setiap
hari. Lebih tepatnya mengunjungi kampus dan berniat untuk menemui dosen entah
itu nanti bertemu atau tidak. Terkadang sudah ditunggu berjam-jam tetapi beliau
tak berkehendak menemui kami (mahasiswa) karena ada kesibukan lain. keadaan itu
seperti menjadi hal yang biasa bagi kami. Bapak dosen yang membimbingku kali
ini memang terkenal cukup “sadis” dalam membimbing mahasiswanya. Bukan berati
jahat atau sadis yang bermakna buruk bagi sebagian orang, tetapi beliau lebih
jeli dan jika beliau ada kepentingan, beliau benar-benar tidak bisa diganggu.
Singkat
cerita, suatu hari aku menghadap beliau untuk berkonsultasi mengenai tema
skripsiku. Aku tidak sendiri, kedua rekanku menghadap dengan tujuan yang sama.
Awalnya kami adalah team yang akan memecahkan kekerabatan stok ikan pada tiga
perairan. Maklum saja aku adalah mahasiswa perikanan. Jadi pembahasan kami
tidak jauh-jauh dari tema perikanan. Setelah berdiskusi panjang lebar, akhirnya
beliau memecah kami dengan satu tema yang sama namun berbeda perairan.
Pilihanya adalah perairan utara (Probolinggo), selatan (jember), dan selat bali
(banyuwangi). Dalam benaku, aku akan memilih probolinggo, karena jarak dari
kota malang lebih dekat, pikirku waktu itu. baru saja aku ingin mengutarakan
hal itu, ternyata temanku sudah lebih dulu mengutarakan hal yang sama karena
memang dia diberi kesempatan lebih dulu untuk menjawab. Begitu juga untuk
temanku yang satunya lagi, dia sudah mengutarakan pilihanya lebih dulu yaitu
jember. Tinggal aku. Aku tak punya pilihan lain selain melakukan penelitian di
banyuwangi. Awalnya dosenku sempat tak yakin jikalau aku mengambil keputusan
untuk penelitian di banyuwangi karena memang jarak malang dan banyuwangi tak
bisa dikatakan dekat. Dengan nada yang sedikit underestimate beliau bertanya kepadaku “..kamu sudah pernah ke
banyuwangi?” , “kamu punya kenalan orang banywangi apa tidak?” kedua pertanyaan
tersebut sama-sama aku jawab “tidak pak..” karena memang aku tidak tahu menahu
soal tempat itu, pun dengan orang-orang yang sekiranya bisa memabantuku ketika
penelitian di lapang. sama sekali aku tak punya kenalan disana. Namun dengan
nada tegas aku meyakinkan beliau ketika beliau bertanya “kamu siap penelitian
di Banyuwangi?’..ku jawab “siap pak”, meskipun di dalam hati dilanda kecemasan
karena alas an di atas tadi.
Disisi lain, kedua rekanku yang
memilih penelitian di Jember dan Probolinggo, mereka seakan sudah menemukan
jalan sendiri kepada siapa mereka akan mengadu di lapang karena bapak dosenku
sudah memberi pencerahan dan juga contact
person yang bisa dihubungi. Teknisnyapun sudah beliau utarakan. Sedangkan
aku, seakan buntu, beliau hanya menyampaikan secara teknis bagaimana cara
sampling yang tepat tanpa memberiku contact
person rekan beliau yang ada disana. Alasanaya adalah terlalu khawatir
jikalau nanti aku menghubunginya dengan nada yang tidak sopan. aku pikir itu alasan
yang logis karena memang orang yang dimaksud adalah atasan. Beliau menjabat
sebagai kepa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Pelabuhan Muncar Banyuwangi.
Terang saja dosenku tak mau sembarangan memebrikan kontaknya kesembarangan
orang. Akhirnya aku memutar otak kembali agar bisa mendapatkan paling tidakada
orang yang bisa aku hubungi ketika terjun di lapang. Sampai kepalang aku tak
kunjung mendapatkan kepastian. Akhirnya kembali aku meminta kontak dari bapak
kepala TPI itu, dan Alhamdulillah beliau memberikanya dengan catatan yang
kukira sebagai amanah “ kalau menghubungi yang sopan, tahu waktu”, lantas ku
jawab “baik pak”. Disisi lain, aku juga mulai mencari informasi seputar tempat tinggal yang nantinya akan aku tempati
selama aku mengambil sample penelitiian. Beruntung, seorang kawan asli dari
banyuwangi menawarkan tempat tinggal dirumahnya.
Setelah kurasa
cukup, aku siap berangkat ke banyuwangi
untuk sampling bulan januari, aku
berpamitan kepada sang dosen dan iapun berkata “pastikan dulu ada ikan atau
tidak”. Memang keberangkatanku kala itu hampir mendekati terang bulan yang
artinya banyak nelayan yang tidak melaut dan bisa saja aku tak mendapatkan ikan
yang aku cari. Tetapi dengan niat dan tekad yang kuat, akhirnya aku tetap
berangkat ke banyuwangi karena target bulan januari aku harus sudah sampling. Aku
berangkat ditemani seorang kawan yang kebetulan memerlukan sample ikan yang
sama. Dalam perjalanan menuju banyuwangi, kusempatkan menghubungi nomor
telephone yang tempo hari diberikan oleh dosenku (Kepala TPI Muncar). Aku
mengatakan bahwasanya aku sedang perjalanan menuju banyuwangi. Kemudian pesan
singkat itu terjawab “mudah2an masih ada yang kerja (melaut), soalnya banyak
yang libur menjelang terang bulan”. Jawaban tersebut berbeda dengan apa yang
pernah kutanyakan hal yang sama sebelumnya, dan itu seakan membuatku putus asa.
Tapi tak mengapa, kalau memang tidak ada ikan, setidaknya aku sudah tau wajah
banyuwangi seperti apa. Pikirku menghibur diri dalam perjalanan. Banyak cerita
selama perjalanan menuju kabupaten di
ujung timur pulau jawa itu. mulai dari pergantian bus sampai empat kali sampai
modus penipuan baru di dalam bus. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih
Sepuluh jam, akhirnya aku sampai di pemberhentian bus. Tak sampai disitu, aku
masih harus menempuh perjalanan lagi untuk sampai ke alamat yang aku tuju yakni
kediaman kawanku. Aku putuskan untuk menggunakan jasa tukang ojek untuk
mengantarkanku menuju lokasi. Meskipun awalnya sempat berputar-putar karena
memang lokasinya cukup sulit, namun akhirnya aku sampai juga di rumah kawanku.
kebetulan kawan yang aku maksud sedang
tidak berada di rumahnya melainkan sedang berada di cilacap untuk penelitian
juga.. kedatangan kami disambut baik oleh keluarganya. Aku sangat bersyukur,
setidaknya aku punya tempat tinggal untuk bermalam. Malam terasa sangat singkat
karena tak terasa pagi sudah menjelang.
Di pagi itu,
aku putuskan untuk mengunjungi tempat pelelangan ikan di pelabuhan dengan
maksud membeli sample ikan yang aku maksud, meskipun dalam hati kecil ada
keraguan akan keberadaan ikan tersebut. sekedar info saja, spesies ikan yang
aku maksud adalah ikan lemuru (Sardinella
Lemuru). Jarak antara rumah dengan pelabuhan cukup jauh, dan ketika itu aku
tempuh dengan mengendarai becak. Sesampainya di lokasi, ternyata ada satu kapal
yang sedang mendaratkan hasil tangkapanya. Dan ikan yang didaratkan tersebut
adalah ikan yang aku cari. Puluhan kilo ikan didaratkan dan siap disetorkan
ke pabrik pengolahan. Langsung saja aku
menghampiri sipemilik kapal yang berada diatas kapal dengan maksud membeli ikan
beberapa kilo untuk dibwa ke malang. Setelah berbincang-bincang, aku
mendapatkan ikan tersebut sejumlah kurang lebih tujuh kilo secara Cuma-Cuma
alias gratis. Sebenarnya ikan-ikan tersebut tak boleh dijual eceran karena
memang sudah pesanan dari pabrik. Tapi kenyataan berkata lain. aku sangat
bersyukur kala itu. langsung saja aku
bawa ikan-ikan tersebut untuk aku bawa ke malang dan diidentifikasi keesokan
harinya.
Dalam keadaan
lain, dua teman yang memilih penelitian di jember dan probolinggo tak kunjung
mendapatkan ikan yang sama, padahal hari sudah mendekati bulan februari dan
frekuensi mereka ke lokasipun tidak hanya sekali.saja tetapi tiada hasil karena
memang sedang tidak musim ikan.
Hal ini yang kemudian membuatku sadar bahwa
keadilan Allah itu begitu dekat. Disaat aku harus kebingungan bagimana mekanisme di lapang dan juga jarak tempuh
lokasi yang cukup jauh, Allah memberikan kemudahan lain untuk menuntaskanya.
Sedangkan dua rekan yang lain, denagn jarak lokasi yang cukup dekat tetapi
alampun tak menghendaki.” Inna ma’alusri yusro”, “sesungguhnya bersama dengan kesullitan, terdapat kemudahan” Aku juga yakin
Allah juga akan memeberikan kemudahan untuk mereka yang mungkin didapat dengan
jalan yang berbeda.